Dalam perbincangan kami dengan sejumlah pengusaha hebat beberapa hari lalu, tentang konsep rejeki. Sambil makan siang di cabang SOTO ABAS terbaru, di jalan Raya Pabean 6 Sedatigede Juanda.
Yang paling menarik dan seru adalah bukan tentang teknis dan strategi dalam menjalankan bisnis, melainkan tentang fundamental bisnis, yakni konsep dermawan.
Dermawan yang dimaksud adalah sedekah di luar kewajaran, tidak seperti lazimnya orang bersedekah yang sekian persen, atau sekian juta, atau puluhan juta seperti yang pernah kita ketahui selama ini, melainkan sedekah brutal yang setiap masing-masing pengusaha, tidak pernah sama metodenya.
Namun ada kemiripan, dalam amalan pelaksanaannya, yakni sedekah brutal, harta adalah bukan milik kita walau datang dan menghampiri kita.
Misalnya, yang dilakukan oleh pengusha kuliner soto yang sangat terkenal di Surabaya Timur, yang salah satu restaurannya omsetnya mencapai puluhan milyar dalam satu bulan, di tengah situasi pandemi ini, di hari biasa, tentu ketika weekend lebih besar lagi.
Namun sebelum kaya raya seperti sekarang, dan beromset puluhan milyar perbulan, beliau adalah seorang pemuda yang sangat dermawan.
Kedermawanannya dibuktikan ketika jualannya masih gerobak, beliau tidak pernah membawa pulang makanan yang sudah keluar, atau yang sudah dimasak, berapapun banyaknya makanan, berapapun uang yang baru beliau peroleh, pantang membawa pulang makanan.
Harus habis dengan di berikan kepada siapapun yang beliau jumpai.
Karena beliau berprinsip, harta tidak lagi di hati, atau ditangan, melainkan harta adalah yang dapat dikasihkan.
Selama ini banyak orang atau pengusaha, yang terlalu bertumpu pada hal-hal teknis, atau pada strategi bisnis saja, melupakan yang diluar teknis.
Tidak demikian dengan seorang pengusaha kuliner yang omsetnya puluhan milyar perbulan tadi, dalam menjalankan strategi bisnisnya.
Lebih lanjut, cak Muhammad Cholis Mawardi yang juga pengusaha kuliner soto dengan cabang lebih dari 50 ini menyampaikan, ada seorang temannya yang juga pengusaha kuliner, yang dalam menjalankan usahanya tanpa sistem, namun sangat besar dan mempunyai cabang dimana-mana.
Temannya sebelum bisnis kuliner, awalnya seorang sopir, yang malang melintang diperjalanan. Hanya gara-gara anaknya, ketika melamar seorang gadis pujaan putrinya seorang yang kaya, ditolak hanya karena kemiskinannya.
“Mau dikasih makan apa anak saya, sedangkan engkau anak seorang sopir”, begitulah gambaran penolakannya.
Sejak saat itu, sopir tersebut bertekad menjadi pengusaha yang kaya raya, tidak sombong dan bisa bermanfaat bagi orang banyak.
Bermodal keahlian istrinya memasak, yang kelezatan masakannya sudah diakui oleh keluarganya, maka beliau bertekad dan memberanikan diri mendirikan rumah makan, yang nama rumah makannya di ambilkan dari nama istrinya.
Berhasil dan berkembang, sangat banyak.
Pengusaha kuliner ini, mempunyai beberapa cabang di kota-kota besar, di seluruh Jawa Timur.
Jangan ditanya omsetnya, walau ditengah pandemi ini, rumah makannya selalu penuh sesak, tidak hanya di satu cabang, melainkan di semua cabangnya selalu ramai dan penuh dengan pengunjung, terutama para sopir travel yang membawa penumpangnya.
Jika seorang sopir membawa 3 penumpang, ia bisa makan gratis.
Kalau ia membawa lebih dari 3 penumpang, maka ia memperoleh makan gratis juga mendapatkan bonus kupon THR, yang bisa diuangkan pas hari raya, bahkan ada kupon umroh dan haji.
Dan jika ada sopir yang mengalami kecelakaan di jalan atau di tilang oleh polisi lalu lintas, maka rumah makan yang cabangnya puluhan dan tersebar di seluruh Jawa Timur ini, membantu menyelesaikannya, sampai kelar dan tuntas.
Tidak hanya yang kecelakaan dan ditilang polisi, yang mogok pun disediakan fasilitas derek sampai di tempat service perbaikan, sedang sopirnya diajak makan gratis di rumah makannya.
Rumah makan yang menggunakan nama istrinya ini, terkenal dengan banyaknya asset yang beliau miliki, ada dimana-mana di kota-kota besar di Jawa Timur, beli, tidak sewa.
Karena prinsipnya, beliau membeli asset yang sangat murah, dan masih belum ada rumah makan disekitarnya, lalu beliau mendirikan rumah makan, dibuat ramai pengunjungnya, maka asset tersebut capital gainnya naik puluhan kali lipat.
Pengusaha rumah makan ini, pantang pinjam bank, beliau dengan puluhan cabangnya yang sudah sangat ramai, melakukan iuran satu juta setiap hari setiap cabang saja, maka dalam sebulan sudah bisa membuka cabang baru, begitu seterusnya.
Insight yang kita peroleh, harta tidak yang ditangan, melainkan yang di pakai untuk berbuat kebaikan.
Bisnis kuliner ini, boleh jadi tidak menggunakan sistem, hanya manual otodidak saja, namun berkat kepercayaan karyawan dan mitranya, semua bisnisnya sukses dan menggurita dimana-mana.
Jadi, teknis atau strategi bukan hal yang fundamental. Ada hal lain yang jauh lebih fundamental dari itu, namun sayang, di era sekarang banyak dilupakan oleh mereka yang baru memulai usaha padahal hal tersebut sangatlah penting.
Oleh :
Tamyiz Sukses
( Owner Rumah Idaman Minimalis )